Artikel ini pertama kali diterbitkan di laman resmi Perempuan Mahardhika.
Kita belum selesai dengan huru hara BPJS yang naik sebanyak 100 persen, kini kita dibuat pusing oleh RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) yang digadang-gadang oleh DPR. Di dalam prinsip-prinsip omnibuslaw yang sudah banyak disampaikan oleh teman-teman dicerminkan kedalam seperti penghapusan batasan waktu perpanjangan kerja, penghapusan upah minimum dan penambahan jam lembur. Semua hal ini dapat membuat tubuh kita rentan mengalami berbagai macam penyakit kronis.
Kerja yang terlalu lama tanpa memerhatikan pentingnya keselamatan kerja hingga berdampak pada kelelahan dapat menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan yang kronis. Menurut MayoClinic, beban kerja seperti mengangkat barang berat, gerakan yang terus diulang dan duduk di meja kerja dapat mengganggu punggung dan tulang belakang.
Contohnya, posisi kerja yang membutuhkan kita untuk terlalu lama duduk dapat membuat kita menderita permasalahan tulang belakang dan leher. Sedangkan tekanan berlebih dapat menciderai tubuh kita. Selain posisi kerja, tak jarang buruh pabrik terpapar dengan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam produksinya.
LIP (Lembaga Informasi Perburuhan) Sedane mendokumentasikan perjalanan tiga buruh untuk mendapatkan haknya untuk sehat. Dua di antaranya adalah Bono dan Sumi. Selama bekerja Bono terpapar oleh asbestos yang terakumulasi di dalam parunya sehingga menimbulkan permasalahan pernafasan. Sedangkan Sumi terpapar dengan bahan kimia yang tak sengaja tertelan ketika bekerja di perusahaan tekstil. Hal ini membuat dia keguguran berkali-kali karena polutan yang terakumulasi di tubuh Sumi..
Selain Bono dan Sumi, ada Zaky seorang pekerja media yang bergulat dengan kesehatan mentalnya. Ia mengalami depresi sehingga menyulitkannya untuk beraktifitas seperti biasa dan bekerja. Ketiga buruh ini juga kesulitan mencari akses untuk mendapatkan haknya untuk sehat. Perusahaan tempat Bono bekerja, berusaha menyangkal bahwa penyakitnya disebabkan oleh asbestos. Sedangkan asuransi tempat Zaky bekerja tidak bisa menanggung biaya untuk kesehatan mentalnya.
Begitu pula dengan Sumi dan buruh perempuan lainnya. Banyak buruh perempuan yang bekerja di industri garmen telah mengalami berbagai infeksi organ reproduksi. Akibat dikejar target, buruh perempuan tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk mengakses kebersihan menstruasi atau sekedar pergi untuk buang air kecil. Hal ini kemudian mengakibatkan perempuan terkena infeksi jamur hingga kandung kemih.
Pengalaman perempuan yang seperti ini tidak menjadi perhatian dalam Omnibus Law. Dan kita sebagai pekerja yang harus menanggung dampaknya. Kita harus membayar pengobatan dari penyakit yang didapatkan saat bekerja dengan upah yang tidak seberapa ini.
Bukan rahasisa umum jika pekerjaan kita membuat kita kelelahan dan tertekan hingga sakit. Bahkan seringkali beban kerja kita tidak sepadan dengan upah yang kita dapatkan. Pada akhirnya kita hanya diupah hanya untuk membayar tagihan sehari-hari dan jika beruntung bisa membayar tagihan rumah sakit.
Belum lagi dengan hilangnya upah minimum dalam Omnibuslaw. Ini juga membuat kita gigit jari karena tidak ada kepastian mengenai upah yang kita dapatkan dari pekerjaan kita. Kita dibuat ketar ketir karena khawatir tidak bisa membayar asuransi atau iruan BPJS kita. Selain pengeluaran untuk pengobatan, kita juga perlu mengeluarkan uang saat kita tidak sedang bekerja, seperti transportasi dan makan. Semua pengeluaran ini dapat memiskinkan kita dan membuat kita sulit untuk pulih kembali.
Selain itu, Omnibus Law menghilangkan berbagai pasal terkait lingkungan terutama AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), ini yang membuat kita semakin terancam. Ditambah dengan adanya UU Minerba yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah daerah tambang. Semakin luas lahan yang digunakan untuk membangun pabrik dan penambangan, maka semakin besar kerentanan kita terkena dampak karena keracunan limbah-limbah pabrik.
Seperti cerita dalam salah satu artikel yang ditulis oleh Down to Earth Indonesia tentang Dampak Pertambangan Pada Perempuan. Sebelum adanya pertambangan PT Indo Muro Kencana di Kalimantan, seorang perempuan Dayak Siang bernama ibu Satar dapat menggunakan air dari sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari seperti mandi, makan dan minum. Ibu Satar dapat memakan ikan segar dari sungai yang belum terpolusi. Namun sejak adanya perusahaan tambang, Kini ia harus berjalan menuju sumber air yang belum terpolusi oleh limbah dan membeli ikan untuk dimakan. Sumber dayanya kehidupannya juga semakin terancam ketika dua kerbaunya mati dipinggir sungai yang tercemar.
Jangka panjang dari pencemaran lingkungan dapat meningkatkan akumulasi polutan dalam tubuh kita. Hal ini memperbesar kerentanan sel-sel tubuh kita untuk bermutasi dan menjadi kanker seperti yang diuraikan dalam artikel Mongabay. Kandungan kromium yang tinggi dari limbah dapat menyebakan kanker paru-paru. Sedangkan kandungan timah yang tinggi pada anak-anak dapat menyebabkan penurunan nilai kecerdasan dan kemungkinan lahir dengan disabilitas. Ini hanya sebeberapa yang ditulis dalam artikel ini.
Tentunya dengan disahkannya omnibuslaw, keadaan kerja yang lebih buruk dari yang sekarang sudah ada dapat membuat kita mengalami disabilitas. Kita dibuat sakit karena kerja, sakit karena racun dan sakit karena miskin.
Semangat omnibuslaw adalah untuk mempermudah investasi bukan untuk menyehatkan masyarakat. Omnibuslaw akan melakukan apapun untuk melancarkan jalannya investasi bahkan jika itu berarti menyingkirkan kepentingan kesehatannya.
RUU Cipta Lapangan Kerja ini akan membuat kira semakin cilaka, pada akhirnya kualitas hidup kita akan menurun. Yang pasti, kita tidak membutuhkan lapangan kerja yang akan membuat kita semakin sakit.
115 Comments